Sunday, November 29, 2020

Mu'tazilah dan Syiah

 A. Mu'tazilah

1. Pengertian Mu'tazilah

Secara etimologi, Mu'tazilah berasal dari bahasa Arab, i'tazala yang berasal dari kata 'azala yang berarti memisahkan atau menyingkirkan. Adapun secara terminologi, Mu'tazilah adalah golongan yang berpaham bahwa Tuhan tidak memiliki sifat., manusia dapat menciptakan perbuatannya sendiri, Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata oleh orang yang ada di surga, orang yang melakukan dosa besar di tempatkan di antara dua tempat, dan mi'raj Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam hanya dengan ruhnya.

Mu'tazilah dapat diartikan sebagai golongan yang mendewakan akal. Segala sesuatu harus sesuai dan dapat diterima oleh akal. Apabila ada permasalahan agama yang tidak sesuai dengan akal, maka mereka pun akan meninggalkannya. Sebagian ulama mendefinisikan Mu'tazilah sebagai satu kelompok dari Qadariyah yang berselisih pendapat dengan umat Islam yang lain dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar.

2. Sejarah Mu'tazilah

Sejarah munculnya aliran Mu'tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha‟ Al-Makhzumi Al-Ghozzal yang lahir di Madinah tahun 700 M, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha‟ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.

3. Doktrin-Doktrin Aliran Mu'tazilah

Muktazilah memiliki asas dan landasan tersendiri. Doktrin yang terkenal adalah lima landasan pokok Mu'tazilah atau yang dikenal dengan usulul khamsah.

a. At-Tauhid (Keesaan Tuhan)

Mu'tazilah berpaham Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya. Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu'tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, tetapi Tuhan adalah zat yang tunggal tanpa zat. Oleh karena itu, mereka memfatwakan dan meyakini bahwa Alquran adalah makhluk. Doktrin tauhid Mu‟tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Juga keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan, begitupula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tegasnya Mu‟tazilah menolak antropomorfisme. Penolakan terhadap paham antropomorfistik bukan semata-mata atas pertimbanagan akal, melainkan memiliki rujukan yang yang sangat kuat di dalam Al qur‟an yang berbunyi (artinya) :“ tidak ada satupun yang menyamainya. ( Q.S.Assyura : 9 ). 

b. Al-'Adl (Keadilan Tuhan)

Kaum Mu'tazilah ingin menyucikan perbuatan Tuhan dari persamaan dengan perbuatan makhluk. Paham mereka ini bertujuan untuk menempatkan Tuhan benar-benar adil dalam sudut pandang manusia. Manusia dihukum Tuhan karena mengerjakan dosa dan diberi pahala karena melakukan amal ibadah yang baik. Oleh karena itu, menurut kaum Mu'tazilah, semua perbuatan manusia dibuat dan diciptakan manusia itu sendiri dan tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan. Bahkan menurut mereka, Tuhan tidak tahu apa yang dilakukan manusia dan ini berarti menafikan sifat Tuhan yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat.

c. Al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji dan ancaman)

Paham ini berisi tentang janji dan ancaman Tuhan bahwa Tuhan tidak akan melanggar janjinya dan perbuatan Tuhan dibatasi oleh janjinya sendiri. Jadi, menurut Mu'tazilah, Tuhan itu wajib adil. Mereka berpandangan bahwa wajib bagi Tuhan untuk memenuhi janji-Nya. Mereka yang berpaham seperti ini juga sering disebut dengan Wa'idiyyah.

d. Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (Tempat di Antara Dua Tempat)

 Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mu'tazilah. Pokok ajaran al-manzilah baina al-manzilatain adalah orang Islam yang melakukan dosa besar atau maksiat selain syirik dan belum bertaubat, tidak dikatakan kafir atau mukmin, tetapi disebut dengan fasik. Di akhirat kelak, orang yang melakukan dosa besar, tidak akan dimasukkan ke dalam surga dan tidak dimasukkan ke dalam neraka.

e. Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al Munkar

Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan. Perbedaan mazhab Mu'tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu‟tazilah jika memang diperlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.

4. Tokoh tokoh ulama muktazilah

- Wasil bin Atha

- Abu Huzail al-Allaf

- Al-Jubba’i

- Al-Jahiz

- Mu’ammar bin Abbad

- Bisyr al-Mu’tamir

- Abu Musa al-Mudrar

5. Perkembangan Aliran Mu’tazilah

Di sisi lain secara umum, aliran Mu‟tazilah melewati dua fase yang berbeda. Fase Abbasiyah (100 H - 237 M) dan fase Bani Buwaihi (334 H). Generasi pertama mereka hidup di bawah pemerintahan Bani Umayah untuk waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian memenuhi zaman awal Daulah Abbasiyah dengan aktivitas, gerak, teori, diskusi dan pembelaan terhadap agama, dalam suasana yang dipenuhi oleh pemikiran baru. Dimulai di Basrah. Kemudian di sini berdiri cabang sampai ke Baghdad. Orang-orang Mu‟tazilah Basrah bersikap hati-hati dalam menghadapi masalah politik, tetapi kelompok Mu‟tazilah Baghdad justru terlibat jauh dalam politik. Mereka ambil bagian dalam menyulut dan mengobarkan api inquisisi bahwa “Al Qur‟an adalah makhluk”. Memang pada awalnya Mu‟tazilah menghabiskan waktu sekitar dua abad untuk tidak mendukung sikap bermazhab, mengutamakan sikap netral dalam pendapat dan tindakan. Konon ini merupakan salah satu sebab mengapa mereka disebut Mu‟tazilah. Mu‟tazilah tidak mengisolir diri dalam menanggapi problematika imamah sebagai sumber perpecahan pertama- tetapi mengambil sikap tengah dengan mengajukan teori “al manzilah bainal manzilatain”. Akan tetapi di bawah tekanan Asy‟ariah nampaknya mereka berlindung kepada Bani Buwaihi.13 Golongan pertama, (disebut Mu‟tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebahai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu‟tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum Mu‟tazilah yang tumbuh dikemudian hari. Golongan kedua, (disebut Mu‟tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur‟jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur‟jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Mu‟tazilah II inilah yang dikaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki banyak versi. Kaum Mu‟tazilah sudah tidak ada lagi. Mereka mendapat tantangan keras dari umat Islam lain setelah mereka berusaha diabad ke Sembilan untuk memaksa faham-faham mereka dengan kekerasan pada umat Islam yang ada pada waktu itu. Pemikiran rasionil Mu‟tazilah dan sikap kekerasan mereka, membawa pada lahirnya aliran-aliran teologi lain dalam Islam. Aliran-aliran itu timbul untuk menjadi tantangan bagi aliran yang bercorak rasionil dan liberal tersebut.

B. Syi'ah

1. Pengertian Syi'ah

Secara bahasa, kata "syi'ah" berarti pengikut, kelompok, pendukung, partai atau golongan. Adapun secara terminologi adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang atau spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam atau yang dikenal dengan ahlul bait.

2. Sejarah Munculnya Syi'ah

Mengenai kemunculannya, para ahli berbeda pendapat. Menurut Abu Zahrah, Syiah muncul pada masa akhir pemerintahan Utsman bin Affan, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Sementara, menurut kalangan Syiah sendiri, kemunculannya berkaitan dengan pemilihan khalifah, pengganti nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka menolak pemerintahan Abu Bakar, Umar Bin Khattab, dan Utsman bin Affan karena menurut pandangan mereka hanya Ali Bin Abi Thalib yang berhak menggantikan beliau.

3. Pokok Ajaran dan Dasar Syi'ah

Inti ajaran Syi’ah adalah berkisar masalah khalifah, jadi masalah politik yang berkembang dan bercampur dengan masalah-masalah agama. Kaum Syi’ah memiliki 5 pokok pikiran utama yang harus dianut oleh para pengikutnya, yaitu:

a. At tauhid

Kaum Syi’ah meyakini baha Allah itu Esa, tempat bergantung semua makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakan dan tidak serupa dengan makhluk yang ada di bumi.

b. Al ‘adl

Kaum Syi’ah memiliki keyakinan bahwa Allah memiliki sifat Maha Adil.

c. An Nubuwwuh

Kepercayaan kaum Syi’ah terhadap keberadaan Nabi juga tidak berbeda halnya dengan kaum muslimin yang lain. Menurut mereka Allah mengutus nabi dan rosul untuk membimbing umt manusia. Rosul memberikan kabar gembira bagi mereka-mereka yang melakukan amal shaleh dan memberikan kabar siksa ataupun ancaman bagi mereka-mereka yang durhaka dan mengingkari Allah.

d. Al Imamah

Bagi kaum Syiah imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia. Menurut mereka yang berhak menjadi pemimpin umat hanyalah imam dan itu hanya ada pada keturunan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

e. Al Ma’ad

Secara harfiah al ma’ad yaitu tempat kembali (akhirat). Kaum Syi’ah percaya sepenuhnya baha hari akhirat itu pasti terjadi. Menurut mereka manusia kelak akan dibangkitkan, jasadnya secara keseluruhannya akan dikmbalikn ke asalnya baik daging, tulang maupun ruhnya


Syiah dalam perkembangannya terpecah menjadi beberapa golongan. Namun, pokok-pokok paham mereka dapat disimpulkan:

1. Hak kekhalifahan sesudah Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib, karena itu kekhaifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman bukan hak mereka

2. Khalifah dalam istilah mereka imam yang harus ditunjuk oleh Nabi.

3. Imam adalah Ma’sum, tidak berdosa dan tidak boleh diganggu gugat.

No comments:

Post a Comment

Pemikiran Kalam Indonesia (H.M. Rasyidi dan H.M Nasution)

 1. Profil H.M. Rasjidi Prof. Dr. H. M. Rasjidi dilahirkan di Kotagede, Yogyakarta, hari Kamis Pahing tanggal 20 Mei 1915, saat kalender Hij...